March 27, 2013

Siapakah Aku Ini di Hadapan-Mu, Tuhan ?


Ketika aku bertugas sebagai fasilitator Emmaus Journey tahun 2010 di Pondok Jagung, tepatnya di Lingkungan Yovita, ada seorang ibu rumah tangga bernama Ibu Ritawati yang mengikuti pertemuan EJ dengan “dipaksa” oleh teman satu lingkungan. Ibu ini orangnya pendiam, susah sekali untuk diminta sharing. Akan tetapi Ibu Rita selalu menyimak sesi demi sesi, sampai akhirnya setelah pertemuan kelima mulailah beliau sharing pengalaman iman yang baru saja terjadi beberapa bulan sebelumnya, yang menggoncangkan pola pikirku selama ini.


Bagiku mujizat di jaman ini sudah tidak ada lagi yang luar biasa, yang ada hanya mujizat biasa-biasa saja. Apalagi kalau berurusan dengan rumah sakit , dokter dan obat-obatan, pasti biayanya mahal sekali. Bahkan ada yang sampai jual rumah, masih saja tidak cukup untuk mendapatkan kesembuhan kembali ke kondisi normal seperti semula.

Kesaksian Ibu Rita berawal di tahun 2009, ketika itu puteranya yang bernama Alfred mengalami kecelakaan tabrak lari di depan RS Assobirin. Seketika itu juga Alfred berada dalam keadaan koma dan dibawa ke rumah sakit swasta untuk pertolongan pertama. Selama tujuh hari kondisi Alfred tidak ada perubahan, sehingga dokter minta untuk dilakukan CT Scan pada bagian kepala. Ternyata hasilnya memperlihatkan adanya pembengkakan otak yang sudah menekan batang otak. Kondisi ini sangat berbahaya dan harus segera dioperasi. Dengan pasrah Ibu Rita melunasi biaya operasi yang harus dibayar di muka dengan harapan supaya Alfred bisa tertolong.

Ketika menunggu jadwal operasi, tanpa diduga adik ipar Ibu Rita menelepon untuk menanyakan keadaan Alfred yang masih gawat itu dan menyarankan untuk pindah ke rumah sakit yang lebih besar dengan peralatan yang lebih lengkap. Untuk memindahkan pasien dari rumah sakit satu ke rumah sakit lainnya prosedurnya tidaklah mudah, maka dengan membawa hasil rekam medis saja, dilakukan konsultasi dengan Dokter yang ada di rumah sakit besar tersebut. Dokter ini mengatakan bahwa memang benar harus segera diambil tindakan operasi dengan membuka thorax kepala. Rasa ngeri, takut dan bingung bercampur jadi satu di dalam hati Ibu Rita, belum lagi masalah biaya pasti mahal sekali. Maka bertanyalah Ibu Rita kepada dokter bedah syaraf ini berapa kira-kira biaya yang harus disiapkan ? Si dokter menjawab, “Jangan mikirin masalah biaya, yang penting selamatkan Alfred dulu.”

Singkat cerita, Alfred sudah dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar dan langsung dilakukan operasi 1/3 thorax kepala , berlangsung selama sebelas jam dan berakhir dengan sukses. Selanjutnya Alfred dipindahkan ke ICU selama sepuluh hari dan setelah mulai sadar ia dipindahkan ke kamar biasa selama dua minggu. Kemudian dilakukan operasi kedua, yaitu memasang kembali batok kepalanya yang tadinya dilubangi untuk ditutup kembali. Bersamaan operasi kedua dilakukan juga operasi ketiga yaitu menyambung tulang bahu yang patah dengan pemasangan pen. Operasi kedua dan ketiga berlangsung selama tujuh jam dan berhasil dengan baik walaupun harus tetap dirawat inap selama dua minggu lagi. Dengan demikian Alfred tinggal di rumah sakit lebih dari enam minggu, menjalani tiga kali operasi, delapan belas jam berada di atas meja operasi dan dirawat di ICU selama sepuluh hari. Coba Anda bayangkan berapa ratus juta biaya yang dikeluarkan untuk itu semua?

Dengan bekal pinjaman uang dari beberapa saudara yang berkenan membantu, kesiapan Ibu Rita untuk menjual rumahnya di Bandung ditambah dengan kekuatan doa yang tiada henti siang dan malam, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu dan yang ditakutkan datang bersamaan, yaitu ketika Alfred diijinkan pulang. Di satu sisi, bahagia Alfred bisa pulang ke rumah, di sisi lain cemas melihat tagihan rumah sakit yang harus dibayar.

Namun ternyata biayanya tidaklah semahal yang diperkirakan, karena dokter bedah syaraf yang merawat Alfred berkenan membebaskan biaya jasa dokter dan biaya dokter untuk operasi juga tidak ditagihkan. Dokter lainnya demikian juga, sehingga bisa meringankan beban keluarga. Bahkan si dokter bedah syaraf, sampai hari ini tetap tidak mau dibayar ketika Alfred datang untuk check up rutin. Ini benar-benar suatu mujizat besar yang terjadi dalam dunia medis yang terkadang berkonotasi komersial. Aku benar-benar tidak habis pikir, kok bisa ya….

Makna dari peristiwa ini untuk Ibu Rita adalah imannya kepada Yesus Kristus bertambah dan ternyata di dalam keluarga terjadi pertobatan yang luar biasa. Sang Ayah yang tadinya berhati keras, mulai dilembutkan oleh Tuhan dan diberi kebijaksanaan. Anak-anak yang sudah remaja, satu per satu mulai mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga suasana rumah tangga menjadi lebih guyup. Yang luar biasa lagi, Tuhan menolong untuk membayar hutang-hutangnya dan keadaan ekonomi rumah tangga mulai membaik ke arah positif , bahkan rumah yang di Bandung tidak jadi dijual.

Sekarang kondisi Alfred sudah normal kembali , padahal tadinya dokter bedah syaraf tersebut memprediksi bahwa Alfred tidak akan bisa kembali normal seperti semula. Ternyata Tuhan juga menyatakan kuasa-Nya kepada dokter bedah syaraf yang merawat Alfred itu.

Siapakah aku ini di hadapan-Mu Tuhan, sehingga Engkau peduli…



Kisah nyata dari Ibu Ritawati (EJ angkatan X, Lingkungan Yovita – Pd Jagung)
Diceritakan oleh Wigianto Budiawan

0 comments:

 
© Copyright 2008 Emmaus Journey Community . All rights reserved | Emmaus Journey Community is proudly powered by Blogger.com | Template by Template 4 u and Blogspot tutorial