Menurut tradisi, keempat penulis Injil dilambangkan dengan simbol-simbol berikut:
St Matius, manusia ilahi; St Markus, singa bersayap; St Lukas, lembu bersayap; dan St Yohanes, rajawali yang terbang tinggi. Simbol-simbol ini diambil pertama-tama dari Nabi Yehezkiel (1:1-21), “Pada tahun ketiga puluh, dalam bulan yang keempat, pada tanggal lima bulan itu, ketika aku bersama-sama dengan para buangan berada di tepi sungai Kebar, terbukalah langit dan aku melihat penglihatan-penglihatan tentang Allah….
Lalu aku melihat, sungguh, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam, di tengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat. Dan di tengah-tengah itu juga ada yang menyerupai empat makhluk hidup dan beginilah kelihatannya mereka: mereka menyerupai manusia, tetapi masing-masing mempunyai empat muka dan pada masing-masing ada pula empat sayap. Kaki mereka adalah lurus dan telapak kaki mereka seperti kuku anak lembu; kaki-kaki ini mengkilap seperti tembaga yang baru digosok. Muka mereka kelihatan begini: Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang….”
Dalam Kitab Wahyu (4:4-8), kita mendapati gambaran yang serupa, “Dan sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu duduk dua puluh empat tua-tua, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka. Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu, dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah. Dan di hadapan takhta itu ada lautan kaca bagaikan kristal; di tengah-tengah takhta itu dan di sekelilingnya ada empat makhluk penuh dengan mata, di sebelah muka dan di sebelah belakang. Adapun makhluk yang pertama sama seperti singa, dan makhluk yang kedua sama seperti anak lembu, dan makhluk yang ketiga mempunyai muka seperti muka manusia, dan makhluk yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang. Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: `Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.'”
Gambaran-gambaran ini, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, menggerakkan St Ireneus (140-202) untuk menghubungkannya dengan keempat penulis Injil oleh karena isi dari Injil mereka dan fokus istimewanya mengenai Kristus. Dalam risalat “Adversus Hæreses” (“Melawan Bidaah,” XI), St Ireneus mengemukakan, “`Makhluk hidup yang pertama menyerupai seekor singa' melambangkan karya-Nya yang berdaya kuasa, kepemimpinan-Nya, dan kekuasaan rajawi-Nya; `kedua menyerupai seekor lembu,' melambangkan kurban-Nya dan jabatan imamat-Nya; tetapi `yang ketiga memiliki, seolah, rupa seorang manusia,' - suatu gambaran yang jelas akan kedatangan-Nya sebagai manusia; `yang keempat menyerupai seekor rajawali terbang,' menunjukkan karunia Roh yang terbang menaungi seluruh Gereja dengan sayap-sayapnya. Dan karena itu, Injil sesuai dengan gambaran-gambaran ini, di mana Kristus Yesus bertahta.”
Secara lebih spesifik, St Ireneus menjelaskan simbol-simbol itu sebagai berikut:
St Matius dilambangkan dengan seorang manusia ilahi sebab Injil Matius menekankan kedatangan Yesus ke dalam dunia ini, pertama-tama dengan menyajikan silsilah keluarga-Nya - “Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham” (Mat 1:1) - dan inkarnasi serta kelahiran-Nya - “Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut...” (Mat 1:18). “Maka inilah,” menurut St Ireneus, “Injil kemanusiaan-Nya; oleh sebab itulah juga, karaketer dari seorang manusia yang lemah lembut dan rendah hati terus dipelihara sepanjang keseluruhan Injil.”
St Markus, dilambangkan dengan singa bersayap, menunjuk pada Nabi Yesaya kala ia memulai Injilnya, “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: `Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu; ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.'” “Suara orang yang berseru-seru di padang gurun” mengingatkan orang pada auman singa, dan roh nubuat yang turun ke bumi mengingatkan orang akan “pesan bersayap.” Singa juga melambangkan jabatan rajawi, suatu simbol yang tepat bagi Putra Allah.
Lembu bersayap melambangkan St Lukas. Lembu dipergunakan dalam kurban-kurban di Bait Suci. Sebagai contoh, ketika Tabut Allah dibawa ke Yerusalem, apabila pengangkat-pengangkat tabut TUHAN itu melangkah maju enam langkah, dikorbankanlah seekor lembu dan seekor anak lembu gemukan (2 Sam 6). St Lukas memulai Injilnya dengan pemaklumkan kelahiran St Yohanes Pembaptis kepada ayahnya, yakni seorang imam yang bernama Zakharia, yang sedang mempersembahkan kurban di Bait Suci (Luk 1). St Lukas juga mencatat kisah tentang Anak yang Hilang, di mana anak lembu tambun disembelih, bukan hanya untuk merayakan pulangnya si anak yang hilang, melainkan juga untuk menggambarkan sukacita yang pastilah kita alami dalam memperoleh rekonsiliasi dengan Bapa melalui Juruselamat kita yang Mahabelas-kasih, yang sebagai Imam mempersembahkan DiriNya Sendiri sebagai kurban demi pengampunan dosa-dosa kita. Sebab itu, lembu bersayap mengingatkan kita akan karakter imamat Tuhan kita dan kurban-Nya demi penebusan kita.
Yang terakhir, St Yohanes dilambangkan dengan rajawali terbang. Injil Yohanes dimulai dengan prolog yang “tinggi” dan “melambung” guna menembus masuk hingga kekedalaman yang paling dalam dari misteri-misteri Tuhan, hubungan antara Bapa dan Putra, dan inkarnasi: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan” (Yoh 1:1-3) dan “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:14). Injil St Yohanes, tidak seperti Injil-Injil lainnya, membawa pembaca masuk ke dalam ajaran-ajaran paling mendalam dari Tuhan kita, seperti percakapan panjang antara Yesus dengan Nikodemus, juga dengan perempuan Samaria; ajaran-ajaran indah mengenai Roti Hidup dan Gembala Yang Baik. Yesus juga menyebut DiriNya sebagai “jalan, kebenaran dan hidup,” dan siapa pun yang sungguh percaya kepada-Nya akan dibangkitkan ke kehidupan kekal bersama-Nya.
Walau masing-masing dari simbol-simbol di atas berfokus pada tema-tema khusus dari masing-masing Injil, hanya dengan memeluk ke empat Injil seluruhnya sajalah kita dapat berjumpa sepenuhnya dengan Tuhan kita.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: The Symbolism of the Gospel Writers” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2006 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.
0 comments:
Post a Comment