April 25, 2014

EJ13 - “Tuhan, Engkau cukup bagiku” (Retret Penutupan Buku Ketiga)

Pada tanggal 29-30 Maret yang lalu sekitar 450 orang Emmauser berkumpul di Kinasih Resort & Convention untuk mengikuti retret penutupan buku ketiga EJ. Mengusung tema “Siapakah aku di hadapan Dia” RP Robby Wowor, O.Carm mengupas tema ini melalui bacaan mengenai perjalanan ke Emmaus (Lukas 24:13-35).

Seberapa dalam kita mengenal Yesus?
Sering kali, seperti para murid, kita masing-masing memiliki gambaran, pemahaman dan harapan mengenai siapa Yesus itu. Ketika Petrus menyangkal Yesus tiga kali dan kemudian menyadarinya, Petrus tahu bahwa ia telah gagal sehingga ia lari dan menangis karena ia tidak mengenal Yesus yang selama ini terus bersama-sama dengannya. Yudas mengira, walaupun ia menyerahkan Yesus kepada para pemimpin agama, dengan kuasa-Nya Yesus akan bisa meloloskan diri. Namun ternyata Yesus dijatuhi hukuman mati. Begitu menyesalnya Yudas sampai ia mengakhiri hidupnya sendiri, karena ternyata ia juga tidak mengenal Yesus. Paulus, sebelum mengalami perjumpaan dengan Yesus, adalah seorang Farisi beraliran keras, yang dengan kuasa dari Imam Besar menganiaya para pengikut Yesus. Ia melakukan semua itu dengan pemikirannya sendiri. Namun setelah Yesus menampakkan diri kepadanya di jalan menuju Damsyik, ia menjadi pengikut Kristus yang paling setia dan ia menyebut dirinya hamba Tuhan.

Demikian juga dengan dua orang murid yang dalam perjalanan ke Emmaus, pada awalnya mereka tidak mengenali Yesus yang berjalan bersama mereka. Namun dengan mengundang Yesus untuk masuk dan tinggal bersama, mereka dapat mengenalinya dan dengan suka cita bergegas kembali ke Yerusalem untuk mengabarkannya kepada murid-murid yang lain. Begitu juga dengan kita, saat kita mengundang Yesus masuk ke dalam kehidupan kita yang paling gelap, Yesus tidak pernah menolak. Tapi sebaliknya, justru kitalah yang sering menolaknya. Kita lebih memilih hal-hal yang menurut perhitungan kita lebih menguntungkan.
Jadi seberapa dalamkah kita mengenal Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita? Mengenalnya secara pribadi dengan baik, atau hanya setengah-setengah? Atau bahkan tidak mengenalnya sama sekali karena kita masih menggunakan pemikiran dan pemahaman kita sendiri? Sehingga saat kita kecewa kepada-Nya kita berlari menjauhi-Nya? Dengan belajar mengenal dan memahami siapakah Yesus sesungguhnya, kita juga dapat mengenal dengan lebih baik siapakah diri kita di hadapan Dia. Sadarilah, saat kita kecewa dengan Yesus, sebenarnya Dia sedang memberikan pembelajaran dan mengolah iman kita untuk mengenal-Nya dengan lebih baik , bukan dengan pemikiran kita, melainkan dengan hati. Kita adalah pribadi yang sangat penting bagi-Nya, karena itu Yesus tidak pernah meninggalkan kita. Ia justru pergi mencari kita ketika kita menjauhi-Nya, seperti dalam perumpamaan mengenai domba yang hilang.   

Bagaimana kita dapat mengenal Yesus lebih dekat?
Spiritualitas Alkitab mengajak kita semua untuk merenungkan sabda Allah dan membuat jurnal, lewat mana Allah menyapa kita. Firman dapat bekerja dan membuka pemahaman demi pemahaman jika kita tidak menggunakan pemikiran kita sendiri untuk memahaminya. Allah berbicara kepada umat-Nya secara pribadi dalam saat teduh kita masing-masing. Dengan membiarkan ayat-ayat Kitab Suci secara sederhana berbicara kepada kita dalam keheningan, kita dapat merasakan sapaan-Nya. Kemudian dalam kelompok kita saling membagikan pengalaman itu melalui sabda-sabda-Nya. Demikianlah orang-orang yang telah mengalami perjumpaan dengan Yesus secara pribadi akan saling menguatkan satu sama lain, dengan berbagi pengalaman iman dan bersekutu dalam doa.
Sementara itu secara pribadi, ketika suatu saat di kemudian hari kita membaca kembali jurnal yang kita buat, kita akan menyadari bahwa Allah benar-benar berbicara kepada kita melalui firman-Nya yang kita baca di dalam Alkitab. Dengan kesadaran ini kita dapat merasakan bahwa Allah sungguh menyertai kita dalam pergumulan hidup yang kita hadapi.
Bagaimanakah pengenalan akan Kristus kita rasakan pengaruh dan perubahannya dalam hidup kita? Dalam kegiatan yang kita ikuti, atau dalam hidup keluarga kita, apakah kita telah menjadi pribadi yang menyenangkan, membuat orang merasa damai, senang, mendapatkan sesuatu yang betul-betul berisi dan berbobot dalam interaksinya dengan kita? Atau kita adalah pribadi yang membosankan, ketus, sangat tajam dalam berkata-kata, membuat orang lain tidak nyaman? Apakah kita ini seorang pribadi yang munafik, yang hanya pintar bicara saja? Siapakah kita ini di hadapan Dia? Apakah seperti dua murid yang meninggalkan Yerusalem menuju ke Emmaus dengan langkah-langkah yang lesu dan tidak bersemangat?

Akhir pencarian
Mengapa kedua murid itu tidak menyadari bahwa selama perjalanan menuju Emmaus, mereka telah bersama dengan Yesus? Mereka baru menyadarinya ketika mereka makan bersama dan Yesus memecahkan roti. Begitulah kita yang sering kali tidak menyadari kehadiran dan penyertaan Yesus dalam hidup kita, karena hati kita tertutup oleh banyak persoalan. Seperti kedua murid yang terbuka mata hatinya ketika makan bersama Yesus, demikianlah sakramen Ekaristi yang kita sambut, kita hayati sebagai tanda kehadiran dan penyertaan Yesus dalam hidup kita untuk menghadapi berbagai persoalan yang kita temui.  
Saat kita membuka hati  terhadap Yesus, kita akan menemukan kejutan-kejutan di luar pemikiran kita. Yesus akan terus berbicara kepada kita dalam setiap peristiwa yang kita alami dalam perjalanan hidup kita. Terkadang Yesus memakai orang-orang yang berada di sekitar kita untuk mengajarkan dan memberitahukan kehendak-Nya kepada kita. Hendaknya kita terus mengasah kepekaan kita terhadap berbagi bentuk sapaan-Nya, sehingga kita dapat menanggapinya sesuai dengan yang dikendaki-Nya.
Akhirnya, dari semua pencarian yang kita lakukan, kita akan sampai pada titik pencerahan kesadaran spiritual sehingga dengan sadar berkata "Tuhan, Engkau cukup bagiku" seperti lagu berikut ini:

Take my heart, O Lord, take my hopes and dreams,
Take my mind with all its plans and schemes.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.

Take my thoughts, O Lord, and my memory.
Take my tears, my joys, my liberty.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.

I surrender, Lord, all I have and hold.
I return to you your gifts untold.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.

When the darkness falls on my final days,
Take the the very breath that sang your praise.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.

Hymn: "These Alone Are Enough,"
by Dan Schutte
Based on "Suscipe" Prayer of Ignatius of Loyola
youtube: http://www.youtube.com/watch?v=Mxg-qBhZ7M8



Dikirim oleh:
Sekretariat Subseksi Emmaus Journey
Paroki Serpong St. Monika

0 comments:

 
© Copyright 2008 Emmaus Journey Community . All rights reserved | Emmaus Journey Community is proudly powered by Blogger.com | Template by Template 4 u and Blogspot tutorial