Pada tanggal
29-30 Maret yang lalu sekitar 450 orang Emmauser berkumpul di Kinasih Resort
& Convention untuk mengikuti retret penutupan buku ketiga EJ. Mengusung
tema “Siapakah aku di hadapan Dia” RP Robby Wowor, O.Carm mengupas tema ini
melalui bacaan mengenai perjalanan ke Emmaus (Lukas 24:13-35).
Seberapa dalam kita mengenal Yesus?
Sering
kali, seperti para murid, kita masing-masing memiliki gambaran, pemahaman dan
harapan mengenai siapa Yesus itu. Ketika Petrus menyangkal Yesus tiga kali dan
kemudian menyadarinya, Petrus tahu bahwa ia telah gagal sehingga ia lari dan
menangis karena ia tidak mengenal Yesus yang selama ini terus bersama-sama dengannya.
Yudas mengira, walaupun ia menyerahkan Yesus kepada para pemimpin agama, dengan
kuasa-Nya Yesus akan bisa meloloskan diri. Namun ternyata Yesus dijatuhi
hukuman mati. Begitu menyesalnya Yudas sampai ia mengakhiri hidupnya sendiri,
karena ternyata ia juga tidak mengenal Yesus. Paulus, sebelum mengalami
perjumpaan dengan Yesus, adalah seorang Farisi beraliran keras, yang dengan
kuasa dari Imam Besar menganiaya para pengikut Yesus. Ia melakukan semua itu
dengan pemikirannya sendiri. Namun setelah Yesus menampakkan diri kepadanya di
jalan menuju Damsyik, ia menjadi pengikut Kristus yang paling setia dan ia
menyebut dirinya hamba Tuhan.
Demikian
juga dengan dua orang murid yang dalam perjalanan ke Emmaus, pada awalnya mereka
tidak mengenali Yesus yang berjalan bersama mereka. Namun dengan mengundang
Yesus untuk masuk dan tinggal bersama, mereka dapat mengenalinya dan dengan
suka cita bergegas kembali ke Yerusalem untuk mengabarkannya kepada murid-murid
yang lain. Begitu juga dengan kita, saat kita mengundang Yesus masuk ke dalam kehidupan
kita yang paling gelap, Yesus tidak pernah menolak. Tapi sebaliknya, justru
kitalah yang sering menolaknya. Kita lebih memilih hal-hal yang menurut
perhitungan kita lebih menguntungkan.
Jadi
seberapa dalamkah kita mengenal Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita? Mengenalnya
secara pribadi dengan baik, atau hanya setengah-setengah? Atau bahkan tidak
mengenalnya sama sekali karena kita masih menggunakan pemikiran dan pemahaman
kita sendiri? Sehingga saat kita kecewa kepada-Nya kita berlari menjauhi-Nya? Dengan
belajar mengenal dan memahami siapakah Yesus sesungguhnya, kita juga dapat
mengenal dengan lebih baik siapakah diri kita di hadapan Dia. Sadarilah, saat
kita kecewa dengan Yesus, sebenarnya Dia sedang memberikan pembelajaran dan
mengolah iman kita untuk mengenal-Nya dengan lebih baik , bukan dengan pemikiran
kita, melainkan dengan hati. Kita adalah pribadi yang sangat penting bagi-Nya, karena
itu Yesus tidak pernah meninggalkan kita. Ia justru pergi mencari kita ketika
kita menjauhi-Nya, seperti dalam perumpamaan mengenai domba yang hilang.
Bagaimana kita dapat mengenal Yesus
lebih dekat?
Spiritualitas
Alkitab mengajak kita semua untuk merenungkan sabda Allah dan membuat jurnal,
lewat mana Allah menyapa kita. Firman dapat bekerja dan membuka pemahaman demi
pemahaman jika kita tidak menggunakan pemikiran kita sendiri untuk memahaminya.
Allah berbicara kepada umat-Nya secara pribadi dalam saat teduh kita
masing-masing. Dengan membiarkan ayat-ayat Kitab Suci secara sederhana berbicara
kepada kita dalam keheningan, kita dapat merasakan sapaan-Nya. Kemudian dalam
kelompok kita saling membagikan pengalaman itu melalui sabda-sabda-Nya. Demikianlah
orang-orang yang telah mengalami perjumpaan dengan Yesus secara pribadi akan saling
menguatkan satu sama lain, dengan berbagi pengalaman iman dan bersekutu dalam
doa.
Sementara
itu secara pribadi, ketika suatu saat di kemudian hari kita membaca kembali
jurnal yang kita buat, kita akan menyadari bahwa Allah benar-benar berbicara kepada
kita melalui firman-Nya yang kita baca di dalam Alkitab. Dengan kesadaran ini
kita dapat merasakan bahwa Allah sungguh menyertai kita dalam pergumulan hidup
yang kita hadapi.
Bagaimanakah
pengenalan akan Kristus kita rasakan pengaruh dan perubahannya dalam hidup
kita? Dalam kegiatan yang kita ikuti, atau dalam hidup keluarga kita, apakah kita
telah menjadi pribadi yang menyenangkan, membuat orang merasa damai, senang,
mendapatkan sesuatu yang betul-betul berisi dan berbobot dalam interaksinya
dengan kita? Atau kita adalah pribadi yang membosankan, ketus, sangat tajam dalam
berkata-kata, membuat orang lain tidak nyaman? Apakah kita ini seorang pribadi
yang munafik, yang hanya pintar bicara saja? Siapakah kita ini di hadapan Dia?
Apakah seperti dua murid yang meninggalkan Yerusalem menuju ke Emmaus dengan
langkah-langkah yang lesu dan tidak bersemangat?
Akhir pencarian
Mengapa
kedua murid itu tidak menyadari bahwa selama perjalanan menuju Emmaus, mereka
telah bersama dengan Yesus? Mereka baru menyadarinya ketika mereka makan
bersama dan Yesus memecahkan roti. Begitulah kita yang sering kali tidak
menyadari kehadiran dan penyertaan Yesus dalam hidup kita, karena hati kita
tertutup oleh banyak persoalan. Seperti kedua murid yang terbuka mata hatinya
ketika makan bersama Yesus, demikianlah sakramen Ekaristi yang kita sambut,
kita hayati sebagai tanda kehadiran dan penyertaan Yesus dalam hidup kita untuk
menghadapi berbagai persoalan yang kita temui.
Saat
kita membuka hati terhadap Yesus, kita
akan menemukan kejutan-kejutan di luar pemikiran kita. Yesus akan terus
berbicara kepada kita dalam setiap peristiwa yang kita alami dalam perjalanan
hidup kita. Terkadang Yesus memakai orang-orang yang berada di sekitar kita untuk
mengajarkan dan memberitahukan kehendak-Nya kepada kita. Hendaknya kita terus
mengasah kepekaan kita terhadap berbagi bentuk sapaan-Nya, sehingga kita dapat
menanggapinya sesuai dengan yang dikendaki-Nya.
Akhirnya,
dari semua pencarian yang kita lakukan, kita akan sampai pada titik pencerahan kesadaran
spiritual sehingga dengan sadar berkata "Tuhan, Engkau cukup bagiku"
seperti lagu berikut ini:
Take my heart, O Lord, take my hopes and dreams,
Take my mind with all its plans and schemes.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.
Take my thoughts, O Lord, and my memory.
Take my tears, my joys, my liberty.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.
I surrender, Lord, all I have and hold.
I return to you your gifts untold.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.
When the darkness falls on my final days,
Take the the very breath that sang your praise.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.
Hymn: "These Alone Are Enough,"
by Dan Schutte
Based on "Suscipe" Prayer of Ignatius of Loyola
Take my mind with all its plans and schemes.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.
Take my thoughts, O Lord, and my memory.
Take my tears, my joys, my liberty.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.
I surrender, Lord, all I have and hold.
I return to you your gifts untold.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.
When the darkness falls on my final days,
Take the the very breath that sang your praise.
Give me nothing more than your love and grace.
These alone, O God, are enough for me.
Hymn: "These Alone Are Enough,"
by Dan Schutte
Based on "Suscipe" Prayer of Ignatius of Loyola
youtube:
http://www.youtube.com/watch?v=Mxg-qBhZ7M8
Dikirim oleh:
Sekretariat Subseksi Emmaus Journey
Paroki Serpong St. Monika
0 comments:
Post a Comment